Senin, 16 Maret 2015

PANJI DALAM PERTUNJUKAN WAYANG

Pada tulisan sebelumnya, saya telah mengulas mengenai cerita Panji dalambentuk seni pertunjukkan. Namun kali ini saya akan mengulas mengenai cerita Panji dalam bentuk Wayang. Pada hari Jumat 13 Maret dan Sabtu 14 Maret 2015 kelas elective panji kedatangan dosen Tamu yang berprofesi sebagai Pendeta namun memiliki hobi mendalang, beliau adalah Ki Lukas E. Sukoco. Asalmula beliau mendalami hobi dalang berasal dari keturunan dalam keluarganya, sang kakek berprofesi sebagai dalang dan sang ayah pun berprofesi sebagai dalang. Ki Lukas E. Sukoco sangat mencintai dan ingin melestarikan budaya Jawa dengan mempelajari tentang wayang dan mendalang.  Dalam pertemuan dengan Ki Lukas E. Sukoco memberikan banyak informasi baru tentang dunia wayang dan sekaligus membuka ketertarikan anak muda terhadap kesenian ini.

Dalam dunia kesenian wayang, wayang Panji ini diangkat dari cerita serat Panji yang telah populer seperti kisah Andhe – Andhe Lumut. Dijelaskan oleh Ki Lukas E.Sukoco bahwa Andhe – Andhe Lumut merupakan nama samaran dari Panji Inu Kertapati. Kata dasar dari Wayang yang berarti bayangan, yang dalam filosofinya merupakan cerminan dari sifat – sifat yang ada dalam diri manusia, sifat – sifat tersebut antara lain angkara murka, kebajikan, serakan, dan sebagainya. Wayang dimainkan oleh seoran dalang yang berfungsi sebagai pengatur jalannya cerita secara keseluruhan. Ki Lukas E.Sukoco juga menjelaskan beberapa jenis wayang yang dimainkan dengan mengambil cerita dari serat Panji.
Seni gerak dalam wayang disebut dengan sabetan, gerak wayang ini meliputi menyembah, berjalan, berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak wayang sendiri berprinsip pada status sosial maupun usia tua atau muda. Prinsip gerakan wayang ada 3, diantaranya :
·         Wiraga (benar dan tepatnya action dalam gerak)
·         Wirasa (benar dan tepatnya dalam penghayatan gerak)
·         Wirama (benar dan tepatnya irama dalam gerak)

Wayang Beber mulai muncul dan berkembang pada masa Majapahit (Pra-Islam), saat ini masih dapat ditemui di daerah Pacitan dan Wonosari. Sebutan Wayang Beber ini dikarenakan bentuknya yang berupa lembaran, dalam pertunjukan Wayang Beber ini masih memiliki hawa magis yang kuat karena pada proses pagelarannya dimulai dengan ritual khusus untuk menghormati leluhur. Dan yang membuat hawa magis ini lebih terasa disetiap pagelarannya ada bagian lembar wayang yang tidak boleh dibuka atau dipertontonkan. Wayang beber hanya boleh dipegang dan dimainkan secara turun temurun dan tidak boleh dipegang oleh orang yang berasal dari keturunan lain (diluar garis keturunan). 

Wayang Beber Pacitan

Wayang Gedog merupakan wayang yang mirip dengan wayang purwa menggunakan cerita dari serat Panji. Disebut dengan Wayang Gedog karena Onomatopae atau penamaan berdasarkan suara / bunyi. Sebutan Gedog sendiri dalam bahasa Jawa berarti gedogan jaran, hal tersebut karena dalam cerita panji banyak unsur kuda yang melambangkan sebagai kesatria. Wayang gedog ini juga masih ada kaitannya dengan cerita Damarwulan, karena dalam cerita tersebut profesi awal Damarwulan memelihara kuda, unsur kuda ini lah yang dianggap memiliki kaitan. Wayang Gedog ini memiliki keistimewaan, yaitu hanya boleh dipertontonkan pada kalangan keraton saja tidak untuk detampilkan pada kalangan umum. 

Wayang Gedog

Bentuk wayang lainnya ada Wayang krucil yang khas dari Kab. Ngawi, wayang ini terbuat dari bahan kulit dan berukuran kecil. Dalam perkembangannya, wayang ini berbentuk dua dimensi sehingga para penonton dapat menyaksikan wayang ini dari arah depan maupun belakang.  Sedangkan Wayang Klithik berbentuk pipih seperti wayang kulit, mirip dengan boneka namun berbeda dengan wayang golek. Ki Lukas E.Sukoco juga memberikan penjelasan mengenai seni musik yang telah banyak beredar di masyarakat dengan tema cerita – cerita Panji. Hal tersebut merupakan ide – ide bisnis yang baik karena dianggap mampu memeprluas pasar dan mempertahankan budaya asli Jawa Timur.
  
Wayang Klithik

Senin, 09 Maret 2015

Sharing Budaya Panji Dalam Seni Pertunjukan Bersama Bapak Heri "Lentho" Prasetyo


Pada hari Jumat 6 Maret 2015, mata kuliah elective Panji mendatangkan dosen tamu dari luar institusi yang berpengalaman dalam dunia seni serta memahami cerita Panji dalam bentuk pertunjukan. Bapak Heri Prasetyo atau yang biasa dikenal sebagai Heri Lentho, bapak Heri merupakan orang yang banyak memiliki prestasi diantaranya penggagas G-Walk Fest & Festival Seni Surabaya, serta mendapatkan penghargaan dari Menteri Pariwisata 2015 kategori Seniman Pertunjukan Terbaik Indonesia. Dalam pertemuan dengan bapak Heri banyak memberi wawasan serta informasi baru yang belum pernah saya dengar berkaitan dengan ceri Panji dalam seni pertunjukan. Bapak Heri menceritakan asal mula mengapa beliau bisa mencintai Budaya Panji yang asli dari Jawa Timur serta membangun kembali kepopuleran cerita Panji melalui bentuk seni pertunjukan.
Sumber gambar : http://ihtb.uc.ac.id/panji/

Sumber gambar : http://ihtb.uc.ac.id/panji/

Dalam kisah Panji sendiri memiliki dua tokoh utama yakni Panji Inu Kertapati dan Candrakirana atau disebut juga Sekartaji. Asal mulanya bapak Heri tidak menyukai apa itu Cerita Panji, namun suatu ketika beliau membaca buku tentang kisah Candrakirana / Sekartaji dan akhirnya jatuh hati pada kisahnya. Setelah membaca cerita tersebut bapak Heri akhirnya menggagas seni pertunjukan yang bertema Panji dan membangun kepopuleran kisahnya, selain itu beliau secara pribadi sangat fanatik terhadap budaya Jawa Timur maka beliau terpikirlah bahwa kisah Panji ini adalah budaya asli Jawa Timur yang harus dilestarikan.  Program peertama yang digagas adalah “Revitalisasi Budaya Panji”, kegiatan serupa tidak hanya terjadi di Indonesia saja namun tema – tema seni festifal di dunia juga mengarah pada kesenian tradisi.

“Globalisasi membuat gaya hidup manusia sama, sedangkan seni budaya tradisi menjadi penting karena pembeda suatu bangsa” kutipan dari Tadashi Suzuki seorang sutradara teater dari Toga Jepang yang pernah ditemui oleh bapak Heri. Bapak Heri juga menjelaskan bahwa globalisasi membuat kita semua sama baik itu kebiasaan maupun bahasa, namun hanya tradisi atau sejarah yang membedakan antara negara yang satu dengan yang lain. Dari penjelasan tersebut bapak Heri memberikan  wawasan baru bahwa generasi muda saat ini berpotensi dalam pelestarian budaya Panji, salah satu metodenya yakni dengan pembelajaran dikelas seperti yang saya lakukan saat ini.

Cerita Panji dalam seni pertunjukkan banyak macam diataranya dongeng, wayang beber, ketoprak, ludruk, sendratari bahkan juga dalam bentuk teater modern dan opera musik. Dalam seni pertunjukan Panji terdapat beberapa simbol yang harus dikenali yakni warna hijau yang merupakan simbol alam  semesta, warna putih yang berarti mendekatkan dengan Sang Pencipta. Bapak heri memberikan ilmu baru dalam pengerjaan seni tentang cerita Panji yang dibagi dalam tiga unsur yakni konsep dan nilai, aktivitas yang berkaitan dengan penggalian ide cerita, kreativitas penyajian, dsb. Selain itu juga produk yang ditunjukkan juga memiliki tujuan lain selain penikmatan estetis diataranya pemanfaatan dalam pendidikan, kerohanian, maupun pengembangan masyarakat. Dalam menampilkan seni juga harus memiliki terobosan baru sebagai seni pertunjukan organik (enak dipandang, enak didengar) dan terdapat unsur tepa slira (saling menghargai).