Pada tulisan sebelumnya, saya telah mengulas mengenai cerita
Panji dalambentuk seni pertunjukkan. Namun kali ini saya akan mengulas mengenai
cerita Panji dalam bentuk Wayang. Pada hari Jumat 13 Maret dan Sabtu 14 Maret
2015 kelas elective panji kedatangan dosen Tamu yang berprofesi sebagai Pendeta
namun memiliki hobi mendalang, beliau adalah Ki Lukas E. Sukoco. Asalmula
beliau mendalami hobi dalang berasal dari keturunan dalam keluarganya, sang
kakek berprofesi sebagai dalang dan sang ayah pun berprofesi sebagai dalang. Ki
Lukas E. Sukoco sangat mencintai dan ingin melestarikan budaya Jawa dengan
mempelajari tentang wayang dan mendalang.
Dalam pertemuan dengan Ki Lukas E. Sukoco memberikan banyak informasi
baru tentang dunia wayang dan sekaligus membuka ketertarikan anak muda terhadap
kesenian ini.
Dalam dunia kesenian wayang, wayang Panji ini diangkat dari
cerita serat Panji yang telah populer seperti kisah Andhe – Andhe Lumut.
Dijelaskan oleh Ki Lukas E.Sukoco bahwa Andhe – Andhe Lumut merupakan nama
samaran dari Panji Inu Kertapati. Kata dasar dari Wayang yang berarti bayangan,
yang dalam filosofinya merupakan cerminan dari sifat – sifat yang ada dalam
diri manusia, sifat – sifat tersebut antara lain angkara murka, kebajikan,
serakan, dan sebagainya. Wayang dimainkan oleh seoran dalang yang berfungsi
sebagai pengatur jalannya cerita secara keseluruhan. Ki Lukas E.Sukoco juga
menjelaskan beberapa jenis wayang yang dimainkan dengan mengambil cerita dari
serat Panji.
Seni gerak dalam wayang disebut dengan sabetan, gerak wayang ini meliputi menyembah, berjalan, berlari,
menari, terbang, dan perang. Gerak wayang sendiri berprinsip pada status sosial
maupun usia tua atau muda. Prinsip gerakan wayang ada 3, diantaranya :
·
Wiraga
(benar dan tepatnya action dalam gerak)
·
Wirasa
(benar dan tepatnya dalam penghayatan gerak)
·
Wirama
(benar dan tepatnya irama dalam gerak)
Wayang Beber mulai muncul dan berkembang pada masa Majapahit
(Pra-Islam), saat ini masih dapat ditemui di daerah Pacitan dan Wonosari.
Sebutan Wayang Beber ini dikarenakan bentuknya yang berupa lembaran, dalam
pertunjukan Wayang Beber ini masih memiliki hawa magis yang kuat karena pada
proses pagelarannya dimulai dengan ritual khusus untuk menghormati leluhur. Dan
yang membuat hawa magis ini lebih terasa disetiap pagelarannya ada bagian
lembar wayang yang tidak boleh dibuka atau dipertontonkan. Wayang beber hanya
boleh dipegang dan dimainkan secara turun temurun dan tidak boleh dipegang oleh
orang yang berasal dari keturunan lain (diluar garis keturunan).
Wayang Beber Pacitan
Wayang Gedog merupakan wayang yang mirip dengan wayang purwa
menggunakan cerita dari serat Panji. Disebut dengan Wayang Gedog karena Onomatopae atau penamaan berdasarkan
suara / bunyi. Sebutan Gedog sendiri dalam bahasa Jawa berarti gedogan jaran, hal tersebut karena dalam
cerita panji banyak unsur kuda yang melambangkan sebagai kesatria. Wayang gedog
ini juga masih ada kaitannya dengan cerita Damarwulan, karena dalam cerita
tersebut profesi awal Damarwulan memelihara kuda, unsur kuda ini lah yang
dianggap memiliki kaitan. Wayang Gedog ini memiliki keistimewaan, yaitu hanya
boleh dipertontonkan pada kalangan keraton saja tidak untuk detampilkan pada
kalangan umum.
Wayang Gedog
Bentuk wayang lainnya ada Wayang krucil yang khas dari Kab.
Ngawi, wayang ini terbuat dari bahan kulit dan berukuran kecil. Dalam
perkembangannya, wayang ini berbentuk dua dimensi sehingga para penonton dapat
menyaksikan wayang ini dari arah depan maupun belakang. Sedangkan Wayang Klithik berbentuk pipih
seperti wayang kulit, mirip dengan boneka namun berbeda dengan wayang golek. Ki
Lukas E.Sukoco juga memberikan penjelasan mengenai seni musik yang telah banyak
beredar di masyarakat dengan tema cerita – cerita Panji. Hal tersebut merupakan
ide – ide bisnis yang baik karena dianggap mampu memeprluas pasar dan
mempertahankan budaya asli Jawa Timur.
Wayang Klithik